Rabu, 05 Agustus 2009

Central Serous Chorioretinopathy


Retinopati serosa sentral merupakan kelainan pada makula lutea berupa penimbunan cairan yang mengakibatkan edema makula. Retinopati serosa sentral terutama terdapat pada dewasa muda. Laki-laki lebih banyak terkena dibanding wanita terutama yang sedang menderita stress berat, dimana tajam penglihatan akan turun secara mendadak dengan terdapatnya skotoma sentral dengan metamorfopsia.(1)

Retinopati serosa sentral atau korioretinopati serosa sentral adalah sebuah penyakit dimana terdapat ablasio serosa retina neurosensorik sebagai akibat dari kebocoran cairan setempat dari koriokapilaris melalui suatu defek di epitel pigmen retina.(2,3) Penyebab-penyebab lain bocornya epitel pigmen retina, seperti neovaskularisasi koroid, inflamasi atau tumor harus dipisahkan untuk membuat diagnosis.(2)

Retinopati serosa sentral dapat dibagi menjadi dua gambaran klinis yang berbeda. Secara klasik, retinopati serosa sentral disebabkan oleh satu atau lebih kebocoran terpisah yang berlainan pada tingkat epitel pigmen retina yang terlihat pada angiografi fluoresens. Bagaimanapun, saat ini diketahui bahwa retinopati serosa sentral dapat muncul sebagai disfungsi epitel pigmen retina difus (misal epiteliopati pigmen retina difus, retinopati serosa sentral kronik, epitel pigmen retina terdekompensasi) yang ditandai dengan lepasnya retina neurosensorik melewati area atrofi epitel pigmen retina dan pigmen mottling. Selama angiografi fluoresens area hiperfluoresens granular yang luas berisi satu atau beberapa kebocoran halus yang terlihat.(2)

RETINA

Retina merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.(3)

Anatomi

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan dan multi lapis yang melapisi bagian dalam 2/3 posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serata. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan membran Bruch, koroid dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serata, retina dan epitelium pigmen retina saling melekat kuat, sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serata, di bawah pars plana dan pars plikata. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.(3)

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut :

  1. Membrana limitans interna
  2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan menuju ke nervus optikus
  3. Lapisan sel ganglion
  4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
  5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
  6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan sel horisontal dengan fotoreseptor
  7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
  8. Membrana limitans eksterna
  9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar, batang dan kerucut
  10. Epitelium pigmen retina(3)

Fisiologi

Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optis, sebagai suatu reseptor kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh lapisan serat saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks penglihatan. Makula bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan yang terbaik dan untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut. Di fovea sentralis, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel ganglionnya dan serat saraf yang keluar, dan hal ini menjamin penglihatan paling tajam. Di retina perifer, banyak fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itulah makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).(3)

Pemeriksaan

Retina dapat diperiksa dengan oftalmoskop langsung atau tidak langsung atau dengan slitlamp (biomikroskop) dan lensa bikonveks kontak atau genggam. Dengan alat-alat ini, secara klinis pengamat yang berpengalaman mampu memisahkan lapisan-lapisan retina untuk menentukan jenis, tingkat, dan luas suatu penyakit retina. Fotografi fundus dan angiografi fluoresens merupakan alat bantu dalam pemeriksaan klinis: fotografi memungkinkan dokumentasi untuk perbandingan kemudian, dan angiografi menghasilkan detil vaskular yang penting untuk terapi penyakit retina dengan laser.(3)

DEFENISI

Retinopati serosa sentral adalah suatu keadaan lepasnya retina dari lapis pigmen epitel di daerah makula akibat masuknya cairan melalui membran Bruch dan pigmen epitel yang inkompeten; yang nyatanya terlihat sebagai edema makula.(4,5,6)

ETIOLOGI

Retinopati serosa sentral sering disebut retinopati serosa sentral idiopatik yang artinya penyebabnya tidak diketahui.(1,6,7) Namun demikian, stres tampaknya memainkan peranan penting. Retinopati serosa sentral juga dihubungkan dengan kortisol dan kortikosteroid, dan orang dengan tingkat kortisol lebih tinggi daripada normal juga memiliki kecenderungan untuk menderita retinopati serosa sentral.(2,7)

PATOFISIOLOGI

Hipotesa patofisiologi sebelumnya termasuk transpor ion abnormal melewati epitel pigmen retina dan vaskulopati koroid fokal. Munculnya angiografi ‘hijau indosianin’ telah menyoroti pentingnya sirkulasi koroid pada patogenesis retinopati serosa sentral. Angiografi ‘hijau indosianin’ telah mendemonstrasikan area hipermeabilitas dan hiperfluoresens koroid multifokal yang mengusulkan kompromi vaskuler koroid fokal. Beberapa pengamat meyakini bahwa kompromi vaskuler koroid pertama yang kemudian mengarah pada disfungsi sekunder melalui epitel pigmen retina.(2)

Beberapa studi menggunakan elektroretinografi telah mendemonstrasikan disfungsi retinal difus bilateral bahkan ketika retinopati serosa sentral hanya aktif pada satu mata. Studi-studi ini mendukung keyakinan pada efek sistemik difus pada vaskularisasi koroid.(2)

Kepribadian tipe A, hipertensi sistemik, dan sleep apnea obstruktif mungkin duhubungkan dengan retinopati serosa sentral. Diduga patogenesisnya adalah karena meningkatnya sirkulasi kortisol dan epinefrin, yang mempengaruhi autoregulasi dari sirkulasi koroid. Lebih lanjut, Tewari dkk mendemonstrasikan pasien dengan retinopati serosa sentral yang menunjukkan terganggunya respon autonomik yang secara berarti menurunkan aktifitas parasimpatetik dan secara berarti meningkatkan aktifitas simpatik.(2)

Kortikosteroid memiliki efek langsung pada ekspresi gen reseptor adrenergik sehingga menambah efek keseluruhan katekolamin pada patogenesis retinopati serosa sentral. Berikutnya studi yang beragam telah dengan yakin melibatkan efek kortikosteroid pada perkembangan retinopati serosa sentral.(2,7)

MORTALITAS/MORBIDITAS

Ablasio retina serosa secara khusus sembuh spontan pada kebanyakan pasien. Bahkan dengan kembalinya ketajaman penglihatan sentral yang baik, banyak dari pasien-pasien ini masih terdapat diskromatopsia, hilangnya sensitivitas terhadap kontras, metamorfopsia atau yang paling jarang adalah niktalopia.(2)

Pasein dengan retinopati serosa sentral (yang ditandai dengan kebocoran setempat) memiliki resiko rekurensi 40-50℅ pada mata yang sama. Resiko terjadinya neovaskularisasi koroid yang muncul dari retinopati serosa sentral sebelumnya siperkirakan kecil (<>(2)

USIA DAN JENIS KELAMIN

Secara klasik, retinopati serosa sentral lebih sering mengenai laki-laki pada usia 20-55 tahun dengan kepribadian tipe A. Kondisi ini mempengaruhi laki-laki 6-10 kali lebih banyak dibandingkan perempuan.(2,6,10)

DIAGNOSIS

Gambaran Klinis

  • Pandangan kabur / visus menurun (1,3,4,5,6,8,9)
  • Skotoma sentral (1,2,3,4,5,6,8,9,10)
  • Mikropsia (1,2,3,4,5,6,8,9,10)
  • Metamorfopsia (1,2,3,4,5,6,8,9,10)
  • Penurunan kemampuan melihat warna dan kontras (4,5)

Pemeriksaan Klinis

  • Oftalmoskopi indirek

Pada kasus tipikal telah menunjukkan lingkaran dangkal atau peninggian oval pada retina sensoris pada kutub posterior.(8)

Lepasnya lapisan serosa retina neurosensoris, peninggian kubah jernih biasanya pada daerah perifovea, menyebabkan peningkatan relatif dalam hiperopia, penurunan yang dihubungkan pada ketajaman penglihatan tak terkoreksi dan mengubah refleks membran limitans interna.(9) Lesi ini biasanya menghilang secara spontan dalam 3 – 4 bulan.(10)

  • Biomikroskopi slitlamp

Perlu sekali dilakukan dalam menegakkan diagnosa dan menyingkirkan penyebab lain lepasnya retina sensoris (misal lubang diskus optikus, koloboma diskus optikus, tumor koroid dan membran neovaskuler subretina). Biomikroskopi menunjukkan retina sensoris yang terlepas sebagai sesuatu yang transparan dengan ketebalan yang normal. Terpisahnya retina sensoris yang terlepas tersebut dari epitel pigmen retina yang mendasarinya dapat diketahui dengan menandai bayangan semu diatas epitel pigmen retina oleh pembuluh darah retina. Pada kasus tertentu, presipitat-presipitat kecil dapat dilihat pada permukaan posterior retina sensoris yang terlepas. Kadang-kadang daerah abnormal pada epitel pigmen retina dapat juga dijumpai melalui cairan yang bocor dari koriokapiler ke dalam ruang subretina dan pada beberapa kasus terlepasnya epitel pigmen retina yang kecil dapat dijumpai dalam lapisan serosa yang lepas. Cairan subretina dapat jernih maupun keruh.(8)

  • Angiografi fluorosens (6,7,8)

Walaupun dalam banyak kasus diagnosa dibuat secara klinis, angiografi fluoresens membantu dalam membuat diagnosa pasti retinopati serosa sentral, dan dalam menyingkirkan munculnya membran neovaskuler subretina dalam kasus-kasus atipikal. Pada retinopati serosa sentral terdapat kerusakan sawar retina-darah bagian luar yang memungkinkan lewatnya molekul fluoresens bebas ke dalam ruang subretina. Pada angiografi ada 2 pola yang terlihat :

  1. Gambaran kumpulan-asap (smoke-stack)

Selama fase awal perpindahan zat kontras, bintik hiperfluoresens muncul yang kemudian membesar secara vertikal. Selama fase vena lambat, cairan memasuki ruang subretina dan naik secara vertikal (seperti kumpulan asap) dari titik kebocoran sampai mencapai batas atas lepasannya. Zat kontras kemudian menyebar ke lateral mengambil bentuk mushroom atau payung, sampai keseluruhan area yang lepas terisi.(8)

  1. Gambaran noda tinta (ink-blot)

Kadang-kadang dapat terlihat pada bintik hiperfluoresens pertama yang berangsur-angsur bertambah ukurannya sampai seluruh ruang subretina terisi.(8)

DIAGNOSA BANDING (2)

  • Degenerasi makula terkait-usia
  • Edema makula Irvine-Gass
  • Lubang makula
  • Membran neovaskular subretina
  • Neovaskularisasi koroid
  • Ablasio retina eksudatif
  • Penyakit Vogt-Koyanagi-Harada

PENATALAKSANAAN

Fotokoagulasi laser harus dipertimbangkan bagi keadaan-keadaan berikut: (1) ablasio retina serosa persisten lebih dari 4 bulan, (2) rekurensi pada satu mata dengan penurunan penglihatan akibat retinopati serosa sebelumnya, (3) munculnya penurunan penglihatan pada mata yang berlawanan akibat dari kejadian retinopati serosa sentral sebelumnya, (4) pekerjaan, atau pasien membutuhkan syarat perbaikan penglihatan segera.(2)

Keberhasilan fotokoagulasi laser tidak terbukti jelas dalam menangani tempat lepasnya dan bocornya epitel pigmen retina jika fotokoagulasi laser ditempatkan pada area fovea. Robertson dan Ilstrup (1983) mengamati bahwa fotokoagulasi laser langsung pada area kebocoran epitel pigmen retina memperpendek kejadian retinopati serosa sentral kira-kira 2 bulan. Para pengamat ini lebih lanjut mencatat bahwa tidak terdapat rekurensi dalam periode 18 bulan, dimana rekurensi sebesar 34 ℅ telah diamati pada sekelompok pasien dengan fotokoagulasi indirek atau palsu.(10)

Fotokoagulasi laser pada tempat kebocoran pada epitel pigmen retina tidak terlihat mempengaruhi hasil akhir visual secara bermakna.(2,3,8) Fotokoagulasi laser tidak mengurangi baik angka rekurensi maupun prevalensi penyakit kronik dimana perubahan epitel pigmen epitel progresif menimbulkan ancaman hilangnya penglihatan secara permanen. Bagaimanapun, fotokoagulasi laser mempercepat penyembuhan gejala dengan mempersingkat lepasnya serosa lebih cepat.(1,3,7,8)

Termoterapi transpupil telah dianjurkan sebagai alternatif dengan resiko lebih rendah dibandingkan fotokoagulasi laser pada kasus dimana kebocoran terdapat pada makula sentral.(7)

Penderita retinopati serosa sentral biasanya menemukan cara mereka sendiri untuk menangani kondisi mereka, yang mungkin termasuk mengurangi stres dan mengubah pola makan.(7)

PROGNOSIS

Retinopati serosa sentralis merupakan penyakit yang akan hilang sendiri; biasanya akan terjadi remisi lengkap dalam 6 bulan.(1,4,6,9) Retinopati serosa sentral dapat bersifat residif.(2,4,5) Sekitar 80℅ akan mengalami resolusi cairan subretina spontan dan kembali normal atau mendekati normal, dalam 1-6 bulan. 20℅ sisanya lebih lama dari 6 bulan, namun mengalami resolusi dalam 12 bulan.(8) Pada keadaan ini cairan subretina akan diserap kembali dan retina akan melekat kembali pada epitel pigmen tanpa gejala sisa subyektif yang menyolok.(4,5) Metamorfopsia, penurunan dalam penglihatan cahaya, dan perubahan dalam penglihatan warna dapat bertahan selama beberapa bulan dalam derajat yang ringan namun jarang menimbulkan kecacatan; dan mungkin juga menjadi permanen akibat serangan rekuren multipel ataupun ablasio yang lama. Ketajaman penglihatan cenderung kembali normal.(2,8,10) Jika gejala secara khusus mengganggu, fotokoagulasi laser dapat menurunkan lamanya waktu untuk resolusi.(9)

KOMPLIKASI

  • Sebagian kecil pasien mengalami neovaskularisasi koroid pada tempat kebocoran dan bekas laser. Pengamatan retrospektif kasus ini menunjukkan bahwa setengah dari pasien-pasien tersebut mungkin memiliki tanda-tanda neovaskularisasi koroid semu pada saat pengobatan. Pada pasien yang lain, resiko neovaskularisasi koroid mungkin meningkat dengan pengobatan laser.(2)
  • Ablasio retina bulosa akut dapat muncul sebaliknya pada pasien sehat dengan retinopati serosa sentral. Gambarannya dapat menyerupai penyakit Vogt-Koyanagi-Harada, ablasio retina regmatogenus, atau efusi uvea. Sebuah laporan kasus telah melibatkan penggunaan kortikosteroid pada retinopati serosa sentral sebagai faktor yang meningkatkan kemungkinan pembentukan fibrin subretina. Mengurangi dosis kortikosteroid secara bertahap akan menghasilkan perbaikan pada ablasio retina serosa.(2)
  • Dekompensasi epitel pigmen retina akibat serangan berulang akan berakibat atrofi epitel pigmen retina dan berikutnya atrofi retina. Dekompensasi epitel pigmen retina adalah manifestasi retinopati serosa sentral namun dapat juga dianggap sebagai komplikasi jangka panjang.(2)

http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/06/29/central-serous-chorioretinopathy/

FLU BABI (SWINE INFLUENZA) : H1N1 virus


Flu babi (Swine influenza) adalah kasus-kasus influenza yang disebabkan oleh virus Orthomyxoviridae yang endemik pada populasi babi. Galur virus flu babi yang telah diisolasi sampai saat ini telah digolongkan sebagai Influenzavirus C atau subtipe genus Influenzavirus A (Heinen, 2003).

Babi dapat menampung virus flu yang berasal dari manusia maupun burung, memungkinkan virus tersebut bertukar gen dan menciptakan galur pandemik.

Flu babi menginfeksi manusia tiap tahun dan biasanya ditemukan pada orang-orang yang bersentuhan/kontak langsung dengan babi, meskipun ditemukan juga kasus-kasus penularan dari manusia ke manusia (Richard, 2009). Gejala virus termasuk demam, disorientasi, kekakuan pada sendi, muntah-muntah, dan kehilangan kesadaran yang berakhir pada kematian ( Flu babi diketahui disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1, H1N2, H3N1, H3N2, dan H2N3.

swineflu

H1N1 virus

Di Amerika Serikat, hanya subtipe H1N1 lazim ditemukan di populasi babi sebelum tahun 1998. Namun sejak akhir Agusuts 1998, subtipe H3N2 telah diisolasi juga dari babi.

Asal Mula

Pada 5 Februari 1976, tentara di Fort Dix, Amerika Serikat menyatakan dirinya kelelahan dan lemah, kemudian meninggal dunia keesokannya. Dokter menyatakan kematiannya itu disebabkan oleh virus ini sebagaimana yang terjadi pada tahun 1918. Presiden kala itu, Gerald Ford, diminta untuk mengarahkan rakyatnya disuntik dengan vaksin, namun rencana itu dibatalkan.

Pada 20 Agustus 2007, virus ini menjangkiti seorang warga di pulau Luzon, Filipina.

Penularan antarbabi

Influenza sangat umum terdapat pada babi, dengan sekitar separuh dari babi yang diternakkan di AS dilaporkan memiliki virus ini. Antibodi terhadap virus ini juga sudah umum pada babi di negara lain.

Rute utama penularan antarbabi adalah melalui kontak antara binatang yang terinfeksi dan yang belum terinfeksi. Kontak yang sangat dekat ini umum terjadi selama pengangkutan hewan. Peternakan yang intensif juga bisa meningkatkan resiko penularan, karena babi-babi tersebut memiliki kedektan yang sangat dekat antara satu dengan yang lainnya.

Penularan langsung virus ini kemungkinan terjadi melalui bersentuhannya hidung antarbabi, atau melalui pengeringan mukus. Penularan lewat udara melalui aerosol yang dihasilkan oleh batuk babi atau bersin juga merupakan sarana yang penting dalam infeksi. Virus biasanya tersebar dengan cepat melalui perkumpulan, menginfeksi semua babi hanya dalam beberapa hari. Penularan juga bisa terjadi melalui hewan liar, seperti babi hutan, yang dapat menyebarkan penyakit antara peternakan.

Penularan pada manusia

Orang yang bekerja dengan hewan ternak dan babi, teruta,a orang-orang dengan tingkat paparan yang intens, mengalami peningkatan resiko infeksi zoonotic dengan endemi virus influenza pada binatang ini, dan membentuk populasi manusia inang dimana zoonis dan reassortment dapat terjadi. Vaksinasi bagi para pekerja ini terhadap influenza dan surveillance bagi strain influenza yang baru antara populasi ini mungkin bisa menjadi ukuran kesehatan masyarakat yang penting. Penularan influenza dari babi ke manusia yang bekerja dengan babi telah didokumentasikan pada studi surveillance kecil yang dilakukan pada tahun 2004 di Universitas Lowa. Studi ini antara bentuk yang lain menjadi dasar rekomendasi bahwa orang-orang yang pekerjaannya terlibat langsung dengan penanganan ternak dan babi menjadi fokus peningkatan surveillance kesehatan masyarakat.

Tanda dan Gejala

Menurut Pusat Pengawasan dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat, gejala influensa ini mirip dengan influensa biasa. Gejalanya seperti demam, batuk, sakit pada kerongkongan, sakit pada tubuh, kepala, panas dingin, dan lemah lesu. Beberapa penderita juga melaporkan buang air besar dan muntah-muntah.

Dalam mendiagnosa penyakit ini tidak hanya perlu melihat pada tanda atau gejala khusus, tetapi juga catatan terbaru mengenai pasien. Sebagai contoh, selama wabah flu babi 2009 di AS, CDC menganjurkan para dokter untuk melihat “apakah jangkitan flu babi pada pasien yang di diagnosa memiliki penyakit pernapasan akut memiliki hubungan dengan orang yang di tetapkan menderita flu babi, atau berada di lima negara bagian AS yang melaporkan kasus flu babi atau berada di Meksiko dalam jangka waktu tujuh hari sebelum bermulanya penyakit mereka.” Diagnosa bagi penetapan virus ini memerlukan adanya uji maksimal bagi contoh pernapasan.

Tanda-tanda pada babi :

Pada babi, infeksi influensa menyebabkan demam, lesu, bersin-bersin, batuk, kesulitan bernafas, dan penurunan nafsu makan (Khotawala et al, 2006). Pada beberapa kasus infeksi ini bisa menyebabkan aborsi/kematian janin. Meskipun tingkat kematian biasanya (sekitar 1-4%), virus ini dapat menyebabkan penurunan berat tubuh dan pertumbuhan yang buruk, yang merugikan peternak babi. Babi yang terinfeksi dapat kehilangan berat tubuh hingga 12 pon (6 kg) di atas periode 3 hingga 4 minggu.

Tanda-tanda pada manusia :

Penularan langsung virus flu babi dari babi ke manusia kadang-kadang bisa terjadi (disebut flu babi zoonotic). Secara keseluruhan, 50 kasus diketahui telah terjadi sejak laporan pertama dalam literatur medis pada tahun 1958, yang telah menimbulkan total of 6 kematian (Myers et al, 2007). Dari keenam orang ini, satu orang adalah wanita hamil, satu orang penderita leukemia, satu orang penderita penyakit Hodgkin dan 2 orang yang lain diketahui bahwa sebelumnya sehat-sehat saja. Meskipun tampaknya angka infeksi rendah, namun angka infeksi yang sebenarnya mungkin bisa lebih tinggi , karena kebnyakan kasus hanya menyebabkan penyakit yang sangat samar-samar. Dan kemungkinan tidak akan pernah dilaporkan atau didiagnosa.

Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), USA, pada manusia gejala virus H1N1 flu babi 2009 secara umum mirip dengan influenza dan penyakit mirip influenza. Gejala meliputi demam, batuk, sakit, badan nyeri, sakit kepala, menggigil dan kelelahan. Wabah pada tahun 2009 telah menunjukkan adanya peningkatan persentase pasien yang dilaporkan mengalami diare dan muntah-muntah. Virus H1N1 2009 bukanlah flu babi zoonotic, karena dia tidak ditularkan dari babi ke manusia, tetapi dari manusia ke manusia.

Pergantian Nama

Penamaan jenis penyakit ini dianggap salah oleh berbagai kalangan, karena telah membuat salah tafsir masyarakat - bahwa babi dapat menularkan penyakit ini kepada manusia. Untuk itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengganti nama penyakit ini dengan Influensa A (H1N1) mulai 30 April 2009 lalu.

VIRUS H1N1

Virus influenza A subtipe H1N1, yang juga dikenal dengan A(H1N1), adalah satu subtipe dari virus influenza Adan banyak menyebabkan penyakit influenza (flu) pada manusia. Beberapa strain H1N1 bersifat endemik pada manusia, termasuk strain yang bertanggung jawab terhadap 1918 kasus pandemi flu yang membunuh 50-100 juta orang di dunia. Strain H1N1 yang sedikit virulen masih ada secara liar saat ini, menyebabkan fraksi kecil dari penyakit mirip flu dan fraksi besar dari flu musiman. Strain H1N1 secara kasar menyebabkan separuh dari kasus infeksi flu pada tahun 2006. Dan strain H1N1 yang lain bersifat endemi pada babi dan burung.

Pada bulan Maret dan April 2009, ratusan laboratorium menemukan infeksi dan sejumlah kematian yang disebabkan oleh merebaknya strain baru dari H1N1

Nomenklatur

Straun Virus A Influenza dikategorikan berdasarkan pada kedua protein yang ditemukan pada permukaan virus tersebut, yaitu : hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N). Semua virus influenza A terdiri dari hemaglutinin dan neuraminidase, tetapi struktur protein ini berebeda antara satu strain dengan strain yang lainnya karena mutasi genetik yang cepat pada genome virus.

Strain virus influenza A ditandai dengan jumlah H dan jumlah N berdasarkan bentuk kedua protein pada strain. Ada 16 H dan 9 N subtipe yang diketahui pada burung, tapi hanya H 1, 2 dan 3, dan N 1 dan 2 yang umumnya di temukan pada manusia.

Sifat virus flu babi dan hubungannya dengan flu burung

Virus normal AI (Strain H1N1 dan H2N1) tidak akan menular secara langsung ke manusia. Virus ini mati dengan pemanasan 60oC lebih-lebih bila dimasak hingga mendidih. Bila ada babi, maka dalam tubuh babi, Virus ini dapat melakukan mutasi & tingkat virulensinya bisa naik hingga menjadi H5N1. Virus AI Strain H5N1 dapat menular ke manusia. Virus H5N1 ini pada Tahun 1968 menyerang Hongkong dan membunuh 700.000 orang (diberi nama Flu Hongkong). Di bulan April 2009 Flu Babi sedang mewabah di Meksiko dengan korban 150 orang lebih meninggal dan ribuan lainnya terinfeksi dan Amerika Serikat juga siaga sebab ada laporan warganya yang terinfeksi. Dan negara Kawasan Asia jauh lebih waspada.

Spanish Flu (Flu Spanyol)

Flu Spanyol yang juga dikenal dengan La Gripe EspaƱola, atau La Pesadilla, adalah satu strain flu burung aneh yang menyebabkan akut dan kematian, suatu penyakit infeksi virus, yang telah membunuh 50 juta hingga 100 juta manusia di penjuru dunia di atas sekitar tahun 1918 dan 1919. Hal itu dianggap sebagai pandemi paling mematikan dalam sejarah manusia. Peristiwa itu disebabkan oleh virus influenza tipe H1N1.

Flu Spanyol menyebabkan jumlah kematian yang tidak lazim karena kemungkinan menyebabkan badai sitokin dalam tubuh. (Epidemi flu burung saat ini, yang juga merupakan virus influenza A, memiliki efek yang sama) Virus flu Spanyol menginfeksi sel paru-paru, yang membawa pada overstimulasi pada sistem imun via pelepasan sitokin ke dalam jaringan paru. Hal ini menyebabkan migrasi leukosit yang ekstensif ke arah paru-paru, menyebabkan penghancuran jaringan paru-paru dan sekresi cairan ke dalam organ. Hal ini membuat pasien kesulitan dalam bernafas. Berlawanan dengan pandemi lain, yang kebanyakan ,e,bunuh orang yang tua dan terlalu muda, pandemi tahun 1918 telah membunuh jumlah orang dewasa yang tidak lazim.

Istilah flu “Spanyol” digunakan karena Spanyol saat itu adalah satu-satunya negara di Eropa yang dilaporkan oleh pers telah terjadi ledakan wabah, yang membunuh ribuan tentara yang berperang dalam Perang Dunia I.

Flu Rusia

Flu Rusia yang paling akhir terjadi yaitu epidemi flu tahun 1977-1978 yang disebabkan oleh strain Influenza A/USSR/90/77 (H1N1). Flu ini menginfeksi kebanyakan anak-anak dan remaja di bawah 23 tahun karena strain yang sama menjadi lebih lazim pada tahun 1947-1957, menyebabkan paling banyak orang dewasa memiliki imunitas substansial. Beberapa menyebutnya sebuah pandemi flu tetapi karena ia hanya mempengaruhi anak muda flu ini tidak dianggap sebagai pandemi sejati. Virus ini termasuk dala, vaksin influenza 1978-1979.

Flu Amerika Utara

Peledakan wabah flu babi skala kecil terjadi pada manusia pada tahun 1976 dan 1988, dan pada babi pada tahun 1998 dan 2007.

Pada wabah flu babi tahun 2009, virus yang telah diisolasi dari pasien di Amerika Serikat diketahui terbentuk dari unsur genetik dari 4 virus flu yang berbeda- North American Mexican influenza, North American avian influenza, human influenza, dan swine influenza virus yang khususnya dijumpai di Asia dan Eropa- sebuah campuran sekuen genetik yang tidak lazim. Strain baru ini muncul sebagai hasil dari pencampuran virus influenza manusia dan influenza babi, pada semua keempat strain yang berbeda dari subtipe H1N1. Akan tetapi, karena belum diisolasi pada binatang saat itu dan juga alasan penaman sejarah, Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan (OIE) menyarankan flu ini disebut “North-American influenza (Flu Amerika Utara)”. Pada 30 April 2009, World Health Organization (WHO) mulai menganggapnya sebagai Influenza A(H1N1)”. Beberapa sekuen genom lengkap pada kasus Flu Rusia yang secara cepat membuat tersedia melalui Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID). Karakterisasi genetik pendahuluan menmukan bahwa gen hemaglutinin (HA) mirip dengan virus flu babi yang ada pada babi Uni Sovyet sejak 1999, tetapi gen neuraminidase (NA) dan matriks protein (M) menyerupai versi terbaru di isolat flu babi eropa. Enam gen dari flu babi adalah campuran dari virus flu babi itu sendiri, flu burung, dan flu manusia.

Flu Babi dalam Perspektif PBB

Komisi Darurat, yang dibentuk dalam pelaksanaan International Health Regulations (2005), mengadakan pertemuan keduanya pada tanggal 27 April 2009. Komisi ini membahas data yang muncul pada konfirmasi penyebaran flu babi A/H1N1 di Amrika Serikat, Meksiko, dan Kanada. Komisi ini juga mempertimbangkan laporan adanya kemungkinan penyebaran ke negara lain. Dirjen WHO memutuskan hal-hal sebagai berikut :

  • Dirjen telah menaikkan tingkat status siaga pandemi influenza dari fase 3 ke fase 4

Perubahan ke status fase pandemi yang lebih tinggi menandakan bahwa kewasapadaan terhadap pandemi telah ditingkatkan, tetapi bukan berarti pandemi dapat dihindarkan.

Jika informasi yang lebih jauh sudah tersedia, WHO bisa saja memutuskan apakah harus mengembalikan ke fase 3 atau menaikkan tingkat kewaspadaan ke fase yang lain.

Keputusan ini menjadi dasar utama pada data epidemologi yang mendemonstrasikan transmisi dari manusia ke manusia dan kemampuan virus untuk menyebabkan penyebaran tingkat komunitas.

  • Adanya penyebaran virus, Dirjen memperkirakan bahwa pencegahan penyebaran tidak dapat dilakukan. Fokus saat ini baru diarahkan ke pengurangan ukuran daerah penyebaran.
  • Dirjen merekomendasikan agar tidak menutup daerah perbatasan dan tidak menolak perjalanan internasional. Lebih bijaksana bagi orang-orang yang sakit untuk menunda perjalanan internasional dan untuk orang-orang yang mengalami perkembangan gejala supaya mengikuti perjalanan internasional untuk mencari perhatian medis.
  • Dirjen memperkirakan bahwa produksi vaksin influenza musiman harus diterukan saat ini, dengan tujuan untuk re-evaluasi. WHO akan memfasilitasi proses yang dibutuhkan untuk mengembangkan vaksin yang efektif melawan virus A(H1N1).
  • Dirjen menekankan bahwa semua pengukuran harus mematuhi/sesuai dengan tujuan dan lingkup Internasional Health Regulations.

http://sutikno.blog.uns.ac.id/2009/06/04/flu-babi-swine-influenza-h1n1-virus/